Di dalam sebuah hadits shahih dijelaskan :
قَالَ أَبُوْ مُوْسَى : وُلِدَ لِى غُلاَمٌ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيْمُ فَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ وَدَعَا لَهُ بِاْلبَرَكَةِ وَدَفَعَهُ إِلَيَّ.( رواه البخاري ).
Abu Musa berkata : saya telah dikaruniai seorang anak lalu aku membawanya kepada Nabi Shallallahu `alaihi wasallam kemudian beliau memberinya nama Ibrahim maka beliau olesi mulutnya dengan kurma dan beliau mendo`akan kepadanya agar diberi berkah dan kemudian beliau menyerahkannya lagi kepadaku HR. Bukhori.
Keterangan :
A. Hadits tersebut memberikan pengertian kepada kita ketika ada bayi yang baru lahir hendaklah :
- Mengolesi mulutnya dengan kurma.
- Mendo`akan agar ia diberi keberkahan.
B. Tentang do`a boleh dengan bahasa yang dimengerti oleh yang mendo`akan.
Pasal 12 : Kedudukan Hadits tentang adzan dan iqomat pada bayi yang baru lahir.
Dijelaskan didalam kitab Nailul Author jilid 5 halaman 154
عَنْ أَبِى رَافِعٍ قَالَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِى أُذُنِ الْحُسَيْنِ حِيْنَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلاَةِ
Dari Abu Rofi ia berkata : saya melihat Rosululloh Shollallohu `alaihi wasallam adzan pada telinga husain ketika Fathimah melahirkannya seperti untuk sholat.
Keterangan :
2. Abu Daud dan Tirmidzi berkata : Hadits hasan.
3. Hadits tersebut juga terdapat didalam kitab Fathur Robbani Jilid 13 halaman 133.
4. Hadits ini Dho`if, tidak boleh dijadikan hujjah. Kedhoifannya adalah (lihat Tuhfatul Ahwadzi 5/107).
فِى إِسْنَادِهِ عَاصِمُ بْنُ عُبَيْدِ الله بْنِ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ وَقَدْ غَمَزَهُ الإِمَاُم مَالِكٌ ، وَقَالَ ابْنُ مَعِيْنٍ ضَعِيْفٌ لَايُحْتَجُّ بِحَدِيْثِهِ وَتَكَلَّمَ فِيْهِ غَيْرُهُمَا وَانْتَقَدَ عَلَيْهِ أَبُوْ حَاتِمٍ مُحَمَّدُ بْنُ حِبَّانَ البُسْتِى رِوَايَةَ هَذَا اْلحَدِيْثِ وَغَيْرِهِ .
Di dalam sanad Hadits di atas (Abu Rofi) ada rowi yang bernama Ashim bin Ubaidillah bin Umar bin Khothob, Imam Malik menganggapnya ia rawi tercela/ cacat, menurut Ibnu Main ia Haditsnya dho`if serta tidak boleh dijadikan hujjah, ia juga banyak dibicarakan oleh yang lainnya. Abu Hatim Muhammad bin Hibban Al-Busti juga yang lainnya telah mengkritik Hadits tersebut.
5. Di dalam kitab Nailul Author jilid 5 hal 155 dijelaskan :
وَمِدَارُهُ عَلَى عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ الله وَهُوَ ضَعِيْفٌ قَالَ البُخَارِيُّ مُنْكَرُ اْلحَدِيْثِ .
Dan yang menjadi bahan pertimbangan pada hadits di atas ialah rowi Ashim bin Ubaidillah dan ia itu rowi dho`if. kata Imam Bukhori Munkarul Hadits.
6. Selanjutnya Bukhori berkata : (Fathul Bari)
قَالَ اْلبُخَارِي : كُلَّ مَنْ قُلْتُ فِيْهِ مُنْكَرُ اْلحَدِيْثِ لَايُحْتَجَّ بِهِ . وِفِى لَفْظٍ لَا تَحِلُّ الرِّوَايَةُ عَنْهُ .
Menurut Imam Bukhori : setiap orang yang aku nyatakan Munkarul Hadits tidak boleh dijadikan hujjah haditsnya, dan dalam lafadz lain tidak halal riwayat darinya.
7. Majma Az-Zawaid jilid 4 halaman 60 :
رَوَاهُ الدَّارُقُطْنِي فِى اْلكَبِيْرِ وَفِيْهِ حَمَّادُ بْنُ شُعَيْبٍ وَهُوَ ضَعِيْفٌ جِدًّا .
Hadits tersebut diriwayatkan juga oleh Imam Daruquthni didalam Al-Kabir dan didalam sanadnya ada rowi Hammad bin Syueb, dia rowi dho`if
8. Tuhfatul Ahwadzi jilid 5 halaman 108 dijelaskan :
وَقَالَ ابْنُ خُزَيْمَةَ ، لَا أَحْتَجُّ بِهِ لِسُوْءِ حِفْظِهِ كَذَا فِى مِيْزَانِ اْلإِعْتِدَالِ .
Dan berkata ibnu Huzaimah : saya tidak berhujjah dengannya karena jelek hafalannya demikian dalam Mizanul I`tidal.
9. Kesimpulan :
- Hadits Abu Rofi` riwayat Ahmad yang menyatakan bahwa Rosululloh Shollallohu `alaihi wasallam mengadzankan telinga Husain waktu baru lahir adalah dho`if.
- Kedho`ifannya terletak pada rowi Ashim bin Ubaidillah bin Umar bin Khotob.
- Sebab-sebab kedho`ifannya adalah tentang hafalan ia jelek hafalannya.
- Jadi Hadits tersebut tidak boleh dijadikan untuk menetapkan hukum.
Dalil kedua yang dijadikan dalil adalah (Nailul Author jilid 5 halaman 155)
وَأَخْرَجَ ابْنُ السِّنِّي مِنْ حِدِيْثِ الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ رع مَرْفُوْعًا بِلَفْظٍ : مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُوْدٌ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِى اْليُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ .
Ibnu Assinni telah meriwayatkan hadits yang marfu dari Husen bin Ali ra. Dengan redaksi “siapa saja yang melahirkan seorang anak, lalu adzan pada telinganya yang kanan dan qomat pada telinganya yang kiri, maka ia tidak akan di ganggu ummu shibyan.
Keterangan :
1. وأم الصبيان adalah gangguan jin.
2. Dalam Majma Az-Zawaid jilid 4 halaman 59 tentang hadits diatas dinyatakan :
رَوَاهُ أَبُوْ يَعْلَى وَفِيْهِ مَرْوَانُ بْنُ سَالِمٍ الغِفَارِي وَهُوَ مَتْرُوكٌ .
Hadits tersebut telah diriwayatkan oleh Abu Ya`la dan didalam sanadnya ada rowi yang bernama Marwan bin Salim Al-Ghifari dia itu matruk.
3. Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi syarah Sunan Tirmidzi di jelaskan :
قُلْتُ : قَالَ النَّوَوِي فِي شَرْحِ اْلجَامِعِ الصَّغِيْرِ إِسْنَادُهُ ضَعِيْفٌ .
Menurutku : Annawawi berkata didalam syarah Al-Jamius Shogir, sanad hadits itu dho`if.
4. Jelasnya hadits kedua juga tidak boleh dijadikan hujjah, karena hadits tersebut adalah matruk.
Dalil ketiga.
Didalam kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan Turmudzi jilid 5 halaman 107 dinyatakan :
رُوِيَ عَنْ عُمَرَ بْنِ اْلعَزِيْزِ كَانَ يُؤَذِّنُ فِي اْليُمْنَى وَيُقِيْمُ فِى اْليُسْرَى إِذَا وُلِدَ الصَّبِيُّ
Diriwayatkan dari umar bin Abdul Aziz ia mengadzani ditelinga kanan dan qomat ditelinga kiri ketika bayi itu baru lahir.
Keterangan :
Didalam kitab Tuhfatul Ahwadzi itu sendiri jilid 5 halaman 108 dinyatakan :
وَقَالَ الْحَافِظُ فِى التَّلْخِيْصِ : حَدِيْثُ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ اْلعَزِيْزِ أَنَّهُ كَانَ إِذَا وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ أَذَّنَ فِى أُذُنِهِ اليُمْنَى وَأَقَامَ فِى أُذُنِهِ اْليُسْرَى لَمْ أَرَهُ مُسْنًدًا
Menurut Al Hafidz di dalam At Talhish Hadits Umar bin Abdul Aziz yang berbunyi bahwa ia apabila mempunyai anak yang baru lahir ia adzan ditelinga yang kanan dan qomat pada telinga yang kiri, hadits itu tidak ada sanadnya.
Kesimpulan :
Hadits tentang Adzan pada telingan kanan dan Qomat pada telinga kiri, adalah :
1. Hadits Abu Rofi keududukannya Do`if.
2. Hadits Ibnu Sinni adalah matruk.
3. Hadits Umar bin Abdul Aziz adalah tidak bersanad yakni bukan Hadits.
4. Karena semuanya dho`if maka tidak boleh dijadikan untuk menetapkan hukum.
5. Lagi pula disyariatkannya adzan itu untuk sholat, seperti dijelaskan dalam hadits Bukhori dan Muslim.
عَنْ مَالِكِ بْنِ الحُوَيْرِثِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ
Dari Malik bin Huwairits, sesungguhnya Nabi Shollallohu `alaihi wasallam berkata : Apabila datang waktu sholat maka adzanlah bagi kamu seorang diantara kamu dan jadilah imam yang lebih tua diantara kamu.
6. Jadi adzan itu berfungsi :
الأَذَنُ هُوَ إِعْلاَمُ بِدُخُوْلِ وَقْتِ الصَّلاَةِ بِأَلْفَاظٍ مَخْصُوصَةٍ الَّـِتى عَيَّنَهَا الشَّارِعُ
Adzan itu pemberitahuan masuknya waktu sholat dengan lafadz-lafadz tertentu yang telah ditentukan oleh pembuat syariat.
Tinggalkan Komentar