Satu Negeri Tidak Bergantung Kepada Negeri Lain Didalam penetapan Ru’yah
Maksudnya, masing-masing negara boleh menentukan ru’yah sendiri-sendiri. Jika yang satu melihat hilal dan yang lainnya tidak, maka boleh berbeda dalam menentukan tanggal satu Romadhon/Idul Fithri. Hal tersebut dijelaskan:
1. SN: II: 3: 131
أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ خُجْرٍ قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ. قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ وَهُوَ ابْنُ أَبِى حَرْمَلَةَ قَالَ: أَخْبَرَنِىِ كُرَيبٌ أَنَّ أُمَّ الْفَضْلِ بَعْثَتهُ إِلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ قَالَ فَقَدِمْتُ الشَّامَ فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتَهَلَّ عَلَيَّ هِلاَلَ رَمَضَانَ وَأَنَا بِالشَّامِ فَرَأَ يْتُ الْهِلاَلَ لَيْلَةَ الْجُمْعَةَ ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِيْنَةُ فِى أَخِرِ الشَّهْرِ فَسَأَلَنِى عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبَّاسٍ ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلاَلِ. فَقَالَ: مَتَّى رَأَيْتُمْ فَقُلْتُ: رَأَيْفَهُ لَيْلَةَ الْجُمْعَةَ. أَنْتَ رَأَيْتُهَ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ ؟ قُلْتُ : نَعَمْ وَرَأَهُ النَّاسُ فَصَامُوْا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ ؟ قُلْتُ: لَكِنْ رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلَا نَزَلَ نَصُوْمُ حَتَّى نَكْمِلُ ثَلاَثِيْنَ يَوْمًا أَوْ نَرَاهُ فَقُلْتُ أَوْ لَا تَكْتَفِ بِرُؤْيَتَةِ مُعَاوِيَةَ وَأَصْحَابِهِ قَالَ لَا هَكَذ‘أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم .
Telah bercerita kepada kami Ali bin Hujer, ia berkata: Bercerita kepada kami Ismail, ia berkata: Bercerita kepada kami Muhammad yaitu Ibnu Abi Harmalah, ia berkata: Bercerita kepadaku Kuraib, bahwa Ummul Fadhol telah mengutusnya kepada Muawiyah ke Syam. Ia berkata: Setelah sampai di Syam, akan sampaikan keperluanku, bahwa aku telah melihat hilal Romadhon pada waktu aku di Syam, aku melihat hilal pada malam Jum’at, kemudian aku sampai di Madinah pada akhir bulan, lalu aku ditanya oleh Abdullah bin Abbas, kemdian menjelaskan tentang hilal, maka ia bertanya: Kapan kamu melihat (hilal) ? Aku jawab: Kami melihatnya pada malam Jum’at. Kamu melihatnya pada malam Jum’at ? Aku jawab: Ya, dan juga orang-orang melihat nya, lalu mereka shaum, dan Muawiyah juga shaum (pada hari Jum’at). Ia (Ibnu Abbas) berkata: Tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu. Maka tetap akan shaum sampai sempurna hitungan bulan 30 hari atau kami melihat hilal (di bulan Syawwal), lalu aku bertanya: Apakah tidak cukup dengan ru’yahnya Muawiyah dan teman-temannya ? Ibnu Abbas menjawab: Tidak begitu yang diperintahkan Rasulullah shollallohu `alaihi wasallam kepada kami.
Keterangan:
Hadits diatas menjelaskan kepada kita sebagai berikut:
- Kuraib disuruh oleh Ummul Fadhol untuk menemui Muawiyah, agar menyampaikan bahwa di Syam telah terlihat hilal pada malam Jum’at.
- Sehingga pada hari Jum’at penduduk Syam sudah mulai shaum.
- Sedangkan di Madinah, hilal terlihat pada malam Sabtu, sehingga penduduk Madinah shaum pada hari Sabtu.
- Kata Ibnu Abbas, kami akan shaum sampai hitungan sempurna 30 hari atau kami melihat hilal lagi pada Syawwal nanti.
- Kuraib bertanya kepada Ibnu Abbas: Mengapa tidak disepakati saja hasil ru’yah Muawiyah dan teman-temannya di Syam sehingga shaumnya bersamaan yaitu pada hari Jum’at.
- Kata Ibnu Abbas: Bukan begitu yang Rasulullah shollallohu `alaihi wasallam perintahkan. Ini menandakan, bahwa disatu negeri tidak boleh menggabungkan/tergantung pada negeri lain untuk menentukan hilal.
2. SM: I: 484: 28
عَنْ كُرَيْبٍ أَنَّ أُمَّ الفَضْلِ بِنْتَ الْحَارِثِ بَعَثَتهُ إِلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ. قَالَ: فَقَدِمْتُ الشَّامَ. فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ رَمَضَانُ وَأَنَا بِالشَّامِ. فَرَأَيْتُ الْهِلاَلَ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ. ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِيْنَةَ فِى أَخِرِ الشَّهْرِ. فَسَأَلَنِى عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلاَلَ. فَقَالَ: مَتَّى رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ ؟ فَقُلْتُ: رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمْعَةَ. فَقَالَ: أَنْتَ رَأَيْتَهُ ؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ وَرَآهُ النَّاسُ. وَصَامُوْا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ. فَقَالَ : لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ .فَلَانَزَالُ نَصُوْمُ حَتَّى نُكْمِلُ ثَلاَثِيْنَ أَوْ نَرَاهُ. فَقُلْتُ: أَوْ لَاتَكْتَفِى بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ ؟ فَقَالَ: لَاهَكَذَا أَمَرَنَا رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم.
Dari Kuraib, sesungguhnya Ummul Fadhol binti Harits pernah mengutusnya menemui Muawiyah di Syam. Ia berkata: Aku datang ke Syam/Syiria dan ku selesaikan kebutuhannya, dan (saat itu) hilal Romadhon telah datang, sedang aku berada di Syam, aku melihat hilal (Romadhon) pada malam Jum’at, kemudian aku datang ke Madinah pada akhir bulan. Abdullah bin Abbas bertanya kepadaku, kemudian menceritakan tentang hilal (Romadhon). Lalu ia bertanya: Kapan kalian melihat hilal ? Maka aku menjawab: Kami melihatnya pada malam Jum’at. Ia bertanya: Kamu melihatnya sendiri ? Maka aku jawab: Ya, dan orang banyak juga melihatnya, dan mereka berpuasa termasuk Muawiyah, Kemudian ia berkata: Akan tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu, dan kami akan senantiasa shaum selama 30 hari atau kami melihatnya (hilal Syawwal). Kemudian aku bertanya: Tidak cukupkah dengan ru’yah dan shaumnya Muawiyah ? Maka ia (Abdullah bin Abbas) menjawab: Tidak sebab itulah Rasulullah shollallohu `alaihi wasallam memerintahkan kami (cara menetapkan shaum/Id)
Keterangan:
- Hadits ini diriwayatkan oleh Jama’ah kecuali Imam Bukhory dan Ibnu Majah.
- Hadits Kuraib ini juga dijadikan pegangan bahwa penglihatan penduduk suatu negeri, tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk mengharuskan negeri lain untuk shaum.
- Dan ini perbedaan pendapat para Ulama tentang ru’yah tetapi mereka tidak mempunyai dasar nashnya) yaitu:
- Dikalangan madzhab Syafi’i berpendapat bahwa: Penglihatan masing-masing negeri itu bisa diakui, dengan kata lain, tidak semua penduduk suatu negeri harus ru’yah, cukup satu negeri saja, apabila hal tersebut bisa ru’yah, maka negeri lain ikut saja.
- Kata Ibnu Al-Majisyun, bahwa penduduk suatu negeri tidak harus mengakui dan mengikuti hasil ru’yah penduduk negeri lain, kecuali kalau ru’yah itu dilakukan oleh Imam Agung/Kholifah.
- Ulama-ulama Madzhab Syafi’i, berpendapat, bahwa apabila negeri itu berdekatan dengan negeri yang lain maka hukum/keputusannya bisa satu.
Kesimpulan:
Sebagai kesimpulan, kita tetap berpedoman kepada nash yang jelas, yaitu hadits-hadits diatas, dan kita tidak boleh larut oleh perbedaan pendapat para Ulama yang tidak mempunyai nash yang jelas. Jadi masing-masing negeri harus menentukan ru’yah sendiri-sendiri sesuai dengan hadits Ibnu Abbas diatas tadi.
Tinggalkan Komentar