Pengertian I’tikaf
I’tikaf ialah berdiam diri didalam Masjid dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan.
Dalil-dali tentang I’tikaf
1.Qs: 2: 187
وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَ أَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا.
& “Janganlah kamu mencampuri mereka, sedangkan kamu dalam keadaan I’tikaf didalam Masjid, itulah larangan Allah dan janganlah kamu mendekatinya”
Keterangan:
Pada ayat tersebut menjelaskan kepada orang yang sedang I’tikaf, bahwa mereka dilarang menggauli isteri dan juga dijelaskan bahwa I’tikaf itu didalam Masjid.
2. SB: I: 2: 255
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ الله ُ تَعَالَى ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.
Dari Abdullah bin Umar ra telah berkata: Adalah Rasulullah ber–i’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan.sampai Allah mewafatkannya, kemudiandi teruskan oleh isteri-isterinya, sesudahnya.
3. SB: I: 2: 255
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَعْتَـكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ الله ُ تَعَالَى ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.
Dari Aisyah ra isteri Nabi, sesungguhnya Nabi ber–i’tikaf pada sepuluh terakhir pada bulan Ramadhan hingga Allah wafatkan beliau, kemudian dilanjutkan I’tikaf itu oleh para isterinya sesudahnya.
4. SM: I: 527: 1
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيِّ كَانَ يَعْتَكِفُ فِى الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ.
Dari Ibnu Umar ra, bahwasanya Nabi pernah ber–i’tikaf pada sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan.
5. SM: I: 527: 2
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ قَالَ نَافِعٌ وَقَدْ رَأَنِى عَبْدُ اللهِ الْمَكَانَ الَّذِى كَانَ يَعْتَكِفُ فِيْهِ رَسُوْلُ اللهِ مِنَ الْمَسْجِدِ.
Dari Abdullah bin Umar ra sesungguhnya Rasulullah pernah I’tikaf pada sepuluh terakhir bulan Romadhon. Nafi berkata: Dan sungguh-sungguh ia telah melihatku tempat dimana Rasulullah ber–i’tikaf dari Masjid.
6. SM: I: 527: 3
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ.
Dari Aisyah ra telah berkata: Rasulullah pernah ber–i’tikaf pada sepuluh terakhir bulan Romadhon.
7. SM: I: 527: 4
عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهَاقَالَتْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ.
Dari Hisyam bin Urwah, dari bapaknya dari Aisyah ra telah berkata: Rasulullah pernah beri’tikaf selama sepuluh hari terakhir dari bulan Romadhon.
8. SM: I: 527: 5
عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهَاأَنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَخِرَ مْنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ الله ُ عَزَّ وَجَلَّ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.
Dari Az-Zuhri dari Aisyah ra bahwasanya Nabi ber–i’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Romadhon sampai Allah mewafatkannya. Kemudian para isteri beliau ber–i’tikaf sesudahnya.
9. SAD: I: 567: 2462
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى قَبَضَهُ الله ُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.
Dari Aisyah ra bahwasanya Nabi pernah ber–i’tikaf pada sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, sampai Allah mewafatkannya, kemudian para isteri beliau juga ber–i’tikaf sesudahnya.
10. JSH: I: 143: 789
عَنْ أَبِى هُرَ يْرَةَ وَعُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ النَّبِيَّ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى قَبَضَهُ الله ُ.
Dari Abu Hurairah dari Urwah dari Aisyah, bahwa Nabi pernah I’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkannya.
Keterangan:
- Hadits-hadits diatas menjelaskan bahwa I’tikaf itu disyari’atkan pada sepuluh terakhir bulan Romadhon didalam Masjid.
- Hadits-hadits I’tikaf adalah yang telah disepakati oleh Imam Bukhory dan Imam Muslim.
- Imam Malik pernah berkata: Aku sebenarnya selalu berfikir tentang I’tikaf ini, mengapa para shohabat meninggalkan hal tersebut, padahal mereka termasuk orang-orang yang suka terhadap atsar dan itulah yang memberiku berani mengambil kesimpulan, bahwa I’tikaf itu sama seperti shaum wishal (sambung).
- Masih kata Imam Malik: Aku kira para shohabat meninggalkan I’tikaf, adalah karena alasan mereka sangat berat dan aku sendiri tidak pernah mendengar ada seorang salafpun yang melakukan I’tikaf, kecuali Abu Bakar bin Abdur-Rohman.
- Berdasarkan ucapan Imam Malik inilah, maka para shohabatnya berpendapat bahwa: I’tikaf itu hukumnya hanya mubah saja.
- Tetapi pendapat ini disangkal oleh Ibnu Al-Arabi menurutnya: I’tikaf itu hukumnya Sunnah Muakadah.
- Mengenai hal tersebut juga diperkuat oleh Ibnu Baththol, bahwa I’tikaf itu adalah Sunnah Muakadah.
Kesimpulan:
- Parashohabat tidak melakukan I’tikaf tidak berarti menggugurkan hukum tentang kesunnahan I’tikaf itu sendiri.
- Karena Rasulullah melakukannya, maka I’tikaf itu adalah perbuatan Rasulullah, karena itu perbuatan beliau, maka hal itu menjadi Sunnah Rasul, karena Sunnah Rasul, otomatis menjadi Sunnah hukumnya.
Tinggalkan Komentar